Benarkah
pertambahan usia menimbulkan banyak problem ketika berintim-intim dengan
pasangan?
Banyak orang percaya bahwa ketika
pria sudah mulai terganggu masalah ereksi atau sebaliknya wanita terkendala
menopause, kehidupan seks akan mulai menurun. dr. Nugroho Setiawan, MS, SpAnd., membantah anggapan ini. Androlog
dari Rumah Sakit Fatmawati ini justru menyatakan bahwa pasangan tetap dapat
menikmati seks yang menyenangkan tanpa dihantui oleh pertambahan usia. “Banyak
pasien saya, tetap mampu memenuhi kuota seks mereka tiga kali seminggu, meski
usia sudah melewati 60 tahun. Kenapa tidak?”
Faktor
penghambat kenikmatan bercinta justru datang dari masalah kesehatan. “Pokok
permasalahannya adalah kesehatan. Sekalipun usia sudah menua bisa saja
merasakan seks yang menyenangkan, asal derajat kesehatan baik fisik maupun
psikis senantiasa prima,” ujarnya.
Selain
itu, gangguan psikis juga dapat mengurangi gairah melakukan hubungan seksual.
“Misalnya trauma akibat kekerasan seksual di masa lalu, bahkan hubungan dengan
pasangan yang tidak enak dan nyaman seringkali membuat hubungan intim
berikutnya menjadi tidak nikmat lagi. Gairah pun meredup,” ujar Nugroho.
Harus Bugar
Dalam
kehidupan manusia, memang terdapat usia yang disebut sebagai masa kehidupan
puncak atau usia optimal. Kondisi ini biasanya dijumpai pada usia antara 25-30
tahun. Setelahnya, bisa dipastikan kondisi kesehatanya berangsur-angsur akan
menurun, atau lebih buruk dibanding saat usia 30 tahun. Penurunannya bisa
lambat atau cepat, tergantung pada bagaimana individu tersebut mengolah
kesehatanya.
“Banyak
orang yang penurunan derajat kesehatannya demikian lambat sehingga tidak
merasakan adanya gangguan pada hubungan seksual dengan pasangan. Meski usia
sudah melewati 50 tahun, hubungan seks tetap exciting karena tertutupi oleh pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan,” ulas Nugroho.
Sebaliknya,
bagi orang yang sering begadang, merokok, kurang olahraga, kondisi kesehatan
fisik ikut lebih cepat menurun. “Sudah bisa ditebak, sebelum usia 50 tahun pun,
kalau kondisi tersebut terus dibiarkan dan tanpa pemberian hormone replacement, pasti kondisinya merosot jauh di bawah usia
optimal.”
Padahal
kondisi yang sehat dan bugar, terutama untuk fungsi seksual, akan membuat
seseorang bisa mencapai seks yang menyenangkan. Dalam hal ini, kondisi hormon
maupun aliran darah juga harus lancar. “Yang tidak kalah penting adalah
persoalan kebugaran tubuh. Seseorang yang sehat, namun sering begadang, kelelahan,
pada akhirnya turut andil mengganggu hubungan seksual yang menyenangkan,”
tambahnya.
Kualitas Ereksi
Kemajuan
teknologi kedokteran yang disebut anti-aging
(anti penuaan) menjadi kabar baik bagi mereka yang berusia di atas 60 tahun
untuk tetap mampu menikmati kehidupan seksual yang nyaman seperti layaknya usia
30 tahun.
“Kalau
senantiasa mendapatkan pengobatan yang diperlukan, tidak memiliki pengalaman
seks yang buruk, maka biasanya kehidupan seksual juga tetap lancar,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, Nugroho menyayangkan anggapan sebagian orang bahwa pertambahan
usia berbanding lurus dengan kekerasan ereksi.
Kekerasan
ereksi yang dimaksud Nugroho pada EHS (Erection
Hardness Score). Untuk mencapai hubungan suami-istri yang menyenangkan
kedua belah pihak, EHS harus mencapai nilai 4 atau diibaratkan sekeras
mentimun. Nilai ini banyak dilaporkan oleh pasangan usia 20-30 tahun.
Selanjutnya, pada usia di atas 40 tahun, didapat nilai 3. Di mana ereksi
mengeras tapi masih bisa meliuk-liuk.
Pada
usia 50-60 tahun, ereksi biasanya mengeras tetapi sulit penetrasi sehingga
hubungan seksual tidak lagi memuaskan pasangan. Sedangkan pada usia 60 tahun ke
atas penis membesar, namun tetap lembek. “Alhasil pengalaman seks menyenangkan
sudah menjadi kenangan yang lama saja,” ujar Nugroho.
Sembuhkan Dulu
Lantas
apa yang harus dilakukan jika kualitas ereksi sudah menurun? Nugroho
menganjurkan, lebih baik hubungan seksual tidak dilanjutkan. “Kalau dilanjutkan
sudah pasti tidak menyenangkan bagi pasangan. Saya anjurkan, lebih baik menunda
dulu hubungan seksual dan mencari perawatan dokter, sampai akhirnya ereksinya
tokcer kembali,” katanya.
Saran
Nugroho ini didasari fakta bahwa kekerasan ereksi yang mulai menurun adalah
peringatan adanya masalah kesehatan.
Ketika ereksinya tidak keras berarti pembuluh darah di penis tidak
sepenuhnya diisi oleh darah. Bisa jadi masalah ini dampak penyakit pencetus
yang mungkin sudah mengancam. Sebut saja kegemukan, kardiovaskuler, diabetes,
dan sebagainya. Alangkah baiknya, lanjut Nugroho, jika penyakit yang sudah ada
disembuhkan terlebih dahulu.
Di
sisi lain, penyakit pencetus tadi bisa dihindari datangnya bila sejak dini.
Caranya, antara lain dengan pemeriksaan kesehatan secara rutin, terutama kalau
usia sudah memasuki 60 tahun. Tidak kalah penting adalah menghindari gaya
hidup yang buruk, seperti begadang, merokok, dan sebagainya.
“Senantiasa
bijak mengelola waktu antara pekerjaan dan kegiatan lainnya, akan membuat alam
pikiran lebih rileks yang secara langsung membawa manfaat terhadap kualitas
seks lebih menyenangkan,” jelas Nugroho. Melakukan olahraga secara teratur dan
terukur juga tak kalah penting karena akan membuat kekerasan ereksi yang lebih
baik dibandingkan dengan mereka yang jarang olahraga.
Penurunan Kadar Estrogen
Setali
tiga uang dengan wanita. Pada usia berapa pun, menjaga agar kehidupan seksual
tetap bergairah dan meletup-letup adalah hal yang penting untuk setiap wanita.
“Lakukan seks secara teratur tapi jangan menjadi rutin. Hindari hal-hal yang
sama, buatlah eksperimen agar seks tidak membosankan,” sarannya.
Namun,
saat Anda berdua memasuki usia 40-50 tahun, keluhannya akan lebih “komplit”
lagi akibat penurunan kadar hormon estrogen. Padahal di usia produktif, hormon
estrogen akan melindungi wanita dari berbagai penyakit, seperti jantung dan
pembuluh darah, osteoporosis, gangguan imunitas tubuh, dan sebagainya.
Nah,
begitu memasuki masa menopause maka berbagai gangguan seperti dinding vagina
kering, gangguan emosional, dan sebagainya, akan hadir secara serentak membuat hubungan seksual menjadi tak nyaman.
Gangguan
seperti ini, biasanya dapat diatasi melalui terapi suplementasi estrogen yang
dinamakan HRT (Hormone Replacement
Therapy). Tentu saja diawali pemeriksaan oleh dokter. “Kalau gangguan sudah
teratasi, tidak ada hambatan untuk menikmati kebutuhan seksual secara rutin,
layaknya usia muda di mana gairah sedang panas-panasnya,” ujar Nugroho.
- TUMPAK SIDABUTAR